Raja Tanpa Mahkota dari Dieng, Banjarnegara


      Dataran Tinggi Dieng dianggap sebagai sebuah tempat yang memiliki nuansa mistis sekaligus dianggap suci. Dieng sendiri berasal dari kata Jawa Kuno dihyang yang artinya tempat arwah para leluhur. Dataran Tinggi Dieng memiliki kecantikan alam dalam balutan udara yang sejuk dan dihangatkan oleh keramahan masyarakatnya. Akan tetapi, ada hal unik di Dataran Tinggi Dieng yaitu fenomena anak gembel atau anak gimbal. Fenomena anak gimbal ini terjadi di sejumlah desa di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. Anak-anak asli Dieng yang berusia 40 hari sampai 6 tahun memiliki rambut gimbal yang alami dan bukan diciptakan. Anak gimbal tersebut  awalnya terserang demam dengan suhu tubuh sangat tinggi disertai menggigau waktu tidur (ngromet). Gejala tersebut tidak bisa diobati sampai akhirnya normal dengan sendirinya namun rambut sang anak akan berubah menjadi gimbal. Menurut pemangku adat masyarakat Dieng, Mbah Naryono (62), anak-anak berambut gimbal atau gembel itu adalah anak bajang titipan Ratu Kidul, sebutan untuk Ratu Laut Selatan.
Anak berambut gembel laki-laki merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye. Mereka adalah titipan anak bajang dari Ratu Samudera Kidul," katanya. Ia menuturkan, biasanya sebelum rambut gimbalnya muncul anak yang bersangkutan biasanya sakit-sakitan. "Tapi setelah gimbalnya tumbuh semua, anak-anak itu tidak lagi sakit-sakitan," katanya. Menurut dia, rambut gimbal pada sebagian anak di dataran tinggi Dieng tak bisa sembarangan dipotong. Pemotongan rambut gimbal harus dilakukan melalui upacara ruwatan dan permohonan kepada Tuhan agar sang anak diberi keselamatan dan kesehatan.  "Rambut gimbal itu tidak bisa dipotong sembarangan, harus melalui ruwatan. Kalau dipotong tanpa ruwatan, rambut gimbalnya bakal muncul lagi," katanya. Upacara ruwatan untuk pemotongan rambut gimbal, lanjut dia, juga harus dilakukan atas keinginan si anak dan orang tua wajib memenuhi permintaan anak berambut gimbal. Ada juga permintaan dari si anak yang harus dipenuhi dan keinginan ini pun tidak bisa diintervensi pihak lain termasuk oleh orang tuanya. Kadang si anak bisa meminta apa saja, belum lagi pelaksanaan ruwatan gembel atau ritus pemotongan rambut gimbal yang membutuhkan biaya cukup besar. Kadang apabila permintaan si anak tidak dikabulkan maka si anak akan kembali sakit dan rambut gimbalnya kembali tumbuh.
Sebelum upacara pemotongan rambut, akan dilakukan ritual doa di beberapa tempat agar upacara dapat berjalan lancar. Tempat-tempat tersebut adalah Candi Dwarawati, komplek Candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi Gatot Kaca, Telaga Balai Kambang, Candi Bima, Kawah Sikidang, komplek Pertapaan Mandalasari (gua di Telaga Warna), Kali Pepek, dan tempat pemakaman Dieng. Malam harinya akan dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu pencucian pusaka yang dibawa saat kirab anak-anak rambut gimbal untuk dicukur. Keesokan harinya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran. Perjalanan dimulai dari rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat Sendang Maerokoco atau Sendang Sedayu. Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok-kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat. Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian anak gimbal di sumur Sendang Sedayu atau Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara Darmasala komplek Candi Arjuna. Saat memasuki sumur Sendang Sedayu tersebut anak-anak gimbal dilindungi payung Robyong dan kain panjang di sekitar Sendang Maerokoco. Setelah selesai, anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat pencukuran. Saat upacara pencukuran akan dipersembahkan sesajian berupa kepala ayam, tempe gembus, kambing etawa, marmut, dan sesajian lainnya yang berasal dari hasil bumi sekitaran Dataran Tinggi Dieng. Sebelum pencukuran, kesenian tradisional akan menghibur anak-anak gimbal dan masyarakat. Saat tiba waktunya pemotongan rambut maka satu -persatu anak gimbal dipanggil. Di antara mereka ada yang merasa ketakutan dan ada juga yang ceria dalam suasana ramainya pengunjung. Orang tua si anak gimbal percaya bahwa ritual ini dapat membebaskan anak mereka dari segala penyakit dan mendatangkan rezeki. Proses pemotongan rambut anak gimbal akan berlangsung sekitar 30 menit bertempat di depan Candi Arjuna. Pencukuran rambut gimbal ini dilakukan tokoh masyarakat didampingi pemandu dan pemangku adat. Berikutnya upacara akan dilakukan menyerahkan benda atau hal yang diminta si anak gimbal sebelumnya. Para abdi upacara selanjutnya akan menghanyutkan potongan rambut gimbal ke Telaga Warna yang mengalir ke Sungai Serayu dan berhilir ke Pantai Selatan di Samudera Hindia. Pelarungan potongan rambut gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian bala (kesialan) yang dibawa si anak kepada para dewa. Ada kepercayaan bahwa anak-anak gimbal ini ditunggui jin dan pemotongan rambut tersebut akan mengusir jin keluar dari tubuhnya sehingga segala bala akan hilang dan rezeki pun datang.
Ada dua versi tentang asal-usul anak Dieng yang berambut gimbal ini. Pertama, yang umum beredar di masyarakat adalah rambut gimbal tersebut adalah titipan Kyai Kolodete, yaitu nenek moyang masyarakat Dieng yang pertama kali membuka desa tersebut. Kyai Kolodete bersumpah tidak akan memotong rambutnya dan tidak akan mandi sebelum desa yang dibukanya menjadi makmur. Kelak keturunannya akan mempunyai ciri rambut sama seperti dirinya dan itu pertanda akan membawa kemakmuran bagi desanya. Versi kedua adalah rambut gimbal tersebut titipan Kanjeng Ratu Kidul di Pantai Selatan. Kepercayaan ini diyakini masyarakatnya yang sebagian masih menganut kepercayaan Kejawen. Upacara cukur rambur anak gimbal ini sudah dimasukkan dalam acara tahunan "Dieng Culture Festival" di bulan Juli. Acara ini menampilkan ruwatan rambut gimbal, festival seni budaya, pameran produk khas Dieng. Anda akan melihat anak-anak gimbal dikirab dengan kereta kuda diiringi para abdi berpakaian adat Jawa dan diikuti tarian selama mengelilingi kampung. Tarian ini juga dimeriahkan permainan angklung dan harmonisasi perkusi dan gamelan Jawa dalam nuansa tradisi Jawa dan Islam. Ditampilkan juga beragam atraksi seni seperti warok, lengger, tek-tek, rampakyaksa, barongsai, dan beragam kesenian lainnya.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

9 Response to "Raja Tanpa Mahkota dari Dieng, Banjarnegara"

  1. Unknown says:
    Rabu, 25 Desember 2013 pukul 18.12.00 WIB

    foto tentang acaranya mana?

  2. Unknown says:
    Rabu, 25 Desember 2013 pukul 18.16.00 WIB

    hehhe,,kemarin lupa gag dimaukin fotonya :)

  3. Unknown says:
    Jumat, 27 Desember 2013 pukul 09.44.00 WIB

    dah pernah liat acaranya?

  4. Aulia Hakim Yuslima says:
    Jumat, 27 Desember 2013 pukul 09.49.00 WIB

    dieng bagus kah

  5. Unknown says:
    Jumat, 27 Desember 2013 pukul 10.22.00 WIB

    bagus dongg,,silahkan berwisata ke Dieng

  6. Unknown says:
    Jumat, 27 Desember 2013 pukul 10.38.00 WIB

    gk dong apa'n tu?

  7. Unknown says:
    Jumat, 27 Desember 2013 pukul 11.12.00 WIB

    ritual pemotongan rambut gimbal di Dieng des

  8. Unknown says:
    Jumat, 27 Desember 2013 pukul 12.54.00 WIB

    rambutnya idha, gimbal gagg ??
    ntr tk potongin, pke gunting kuku :D

  9. Unknown says:
    Jumat, 27 Desember 2013 pukul 14.45.00 WIB

    Hahaha enggak dong fim
    Mana bisa pke gunting kuku

Posting Komentar